Senin, 12 Januari 2015

Perjalanan Akhir Tahun ke Garut

Perjalanan Akhir Tahun ke Garut

Setelah berseluncur di internet dengan bantuan mbahh Google,…….maka diputuskan ke Garut lah tujuan berikutnya. Memang ada apa di Garut ? (Mungkin ini yang pertama kali terbesit di dalam pikiran banyak orang, termasuk saya). Yang saya tahu pada awalnya hanyalah Kampung Sampireun, Kawah Kamojang dan Gunung Papandayan (itupun karena pernah menginap di Kampung Sampireun sekitar 7 atau 8 tahun yang lalu), lalu batik Garut dan Dodol saja.

Ternyata saya salah, ternyata Garut sudah sangat berkembang jauh dari yang saya bayangkan sebelumnya. Sebelum memasuki kota Garut saja (tepatnya di sekitar daerah Leles) saya sudah menemui kemacetan. Maklum saat saya pergi ke Garut bertepatan dengan libur Akhir Tahun 2014 lalu. Jalanan di kota Garut pun bisa dibilang 80-90 persen mulus, sisanya cenderung rusak/berlubang. Jumlah hotel di Garut pun semakin bertambah banyak dan saat libur lalu cenderung terisi penuh (bisa dibilang 90 persen hotel berbintang di Garut penuh dipadati oleh wisatawan terutama wisatawan lokal). Jadi rencanakan perjalanan dari jauh hari lebih baik, agar mendapatkan hotel yang cocok dengan kemauan kita.

Untuk ke perjalanan kali ini saya sudah menentukan destinasi utama yang akan saya tuju, yaitu Pantai Selatan di Kabupaten Garut (bisa dibilang Garut daerah Selatan). Saya putuskan pantai-pantai di Garut Selatan ini saya kunjungi di hari ke-2 saja karena jarak tempuh yang jauh dan waktu yang agak lama.

Hari Pertama :

Sebelum memasuki pusat kota Garut dan menuju hotel tempat kami menginap, saya memilih untuk mengunjungi Candi Cangkuang. Dengan bantuan aplikasi Google Maps di smartphone dan petunjuk jalan akan semakin mempermudah menuju ke lokasi ini. Akses jalan menuju Candi Cangkuang sesekali agak sempit dan terkadang dijumpai juga jalan yang agak berlubang. Saat menuju ke candi ini kita akan disuguhi pemandangan sawah, gunung dan suasana pedesaan yang dapat mengurangi kepenatan selama perjalanan. Untuk menuju ke Candi Cangkuang kita membutuhkan rakit bambu/getek untuk menyebrang (hanya 4000 ribu/orang, namun harus bergabung dengan rombongan yang lain dan 1 rakit untuk 20 orang dewasa). Setelah berlabuh  di pulau di tengah Setu Cangkuang, maka kita akan menemui kampung adat yang terdiri dari 6 rumah saja, barulah sampai ke Situs Candi Cangkuang. Suasana sejuk pegunungan dan pepohonan yang rimbun langsung terasa ketika memasuki kawasan Candi.




Setelah puas menikmati keindahan Candi Cangkuang ini, kebetulan sudah memasuki jam makan siang dan cuaca sedikit gerimis. Maka kami memutuskan untuk makan siang sekitar 1 km sebelum memasuki pusat kota Garut, pilihannya cukup banyak tapi kami memilih masakan Sunda. Pada saat makan siang hujan deras mengguyur kota Garut dan setiba di hotel (sekitar jam 14.00) maka kami check in dan menunggu hujan sedikit reda lalu memutuskan ke tempat wisata selanjutnya yaitu Talaga Bodas. Dari hotel menuju ke Talaga Bodas seharusnya dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam, namun karena agak macet dan sempat terlewat karena minim nya petunjuk jalan untuk menuju ke lokasi maka baru tiba di Talaga Bodas sekitar pukul 17.00 (sudah agak telat memang, namun karena rasa penasaran ingin membandingkan dengan Kawah Putih yang ada di daerah Bandung, maka kami putuskan untuk maju terus pantang mudur). Dari jalan utama menuju ke Talaga Bodas sekitar 15 km, namun jangan berharap jalan yang mulus, karena hanya sekitar 5 km pertama saja yang agak mulus, sisanya bisa dibilang sedikit off road (menurut pendapat saya yah…….), selain jalan yang berlubang sana sini, berliku-liku serta jalan menuju Talaga Bodas relatif sempit, karena saat bertemu dengan kendaraan yang lain harus sangat mepet dan mau mengalah. Dari lahan parkir menuju ke Talaga Bodas kita bisa berjalan kaki sekitar 400 meter (jalanan sudah beraspal walaupun sedikit kasar) atau menggunakan jasa ojeg motor 20 ribu untuk pulang-pergi. Walaupun bawa anak kecil umur 6 tahun dan 8 tahun, saya putuskan jalan kaki saja toh bisa sambil menikmati hawa dingin pegunungan dan bernyanyi tentu perjalanan 400 meter ini tidak akan terasa berat (betul saja anak-anak terlihat senang, karena ada air gunung yang keluar dari tepi jalan dan mereka sesekali menceburkan kaki mereka di air gunung itu yang tentu saja dingin)

Mau lihat seperti apa Talaga Bodas ? (silakan lihat foto saya di bawah ini, sayang waktu itu berkabut)


Menurut pertugas hotel memang lebih baik ke Talaga Bodas di pagi hari, karena cuaca jauh lebih bersahabat untuk yang suka fotografi. Lebih bagus mana dengan Kawah Putih, anda sendiri yang memutuskannya yah…….

Hari Kedua :

Pantai di Garut Selatan (Pantai Sayang Heulang, Puncak Guha dan Ranca Buaya) adalah tujuan utama saya. Saat di Candi Cangkuang saya sempat berbicara dengan wisatawan dari Jakarta yang sebelumnya telah ke pantai Ranca Buaya, menurut mereka perjalanan cukup lama sekitar 5 jam (namun ketika saya jalani sekitar 3.5 jam untuk sampai ke Pantai Sayang Heulang dari Pusat Kota Garut). Perjalanan cukup jauh sekitar 135 km untuk sampai ke Pantai Ranca Buaya ini, oleh karena itu disarankan isi bensin penuh saat di Garut (walaupun di daerah Pameumpek ada pom bensin) dan berangkat lebih pagi akan jauh lebih baik. Jalanan menuju daerah Selatan Garut ini relatif mulus 90 persen, sisanya sedikit berlubang dan sesekali ada jalan yang longsor. Sesampainya di daerah pegunungan harap berhati-hati, karena jalanan sangat berkelok-kelok dan relatif sulit untuk mendahului kendaraan yang ada di depan. Namun pemandangannya sangatlah menakjubkan hamparan kebun teh yang luas banget dan pegunungan yang berlapis-lapis adalah ‘hadiah’ terindah selama perjalanan ini. Sesungguhnya ada Curug Orog dan Curug Neglasari yang bisa dikunjungi, namun karena tujuan utama saya adalah pantai di daerah selatan, maka untuk kali ini saya tidak mengunjunginya terlebih dahulu.

Pantai Sayang Heulang adalah pantai pertama yang saya kunjungi. Cukup menarik untuk dilihat, di tepi pantai banyak karang-karang, sehingga jika ingin bermain air/berenang di pantai ini harus berhati-hati. Namun seperti kebanyakan pantai selatan, pasir di Pantai Sayang Heulang berwarna putih dan lembut. Karena menghadap ke Samudera Hindia, maka ombak di pantai relatif besar dan tampak bergulung-gulung dari kejauhan. Sesekali kita melihat orang memancing di laut yang masih agak dangkal. Karena tidak seramai Pantai Santolo, maka kondisi pasir di tepi pantai pun relatif bersih. Banyak penginapan (sepertinya kelas melati) dan warung makan di tempat ini. Jadi  sesungguhnya tidak perlu khawatir untuk kelaparan jika ke bermain ke pantai di Garut Selatan.


Next stop is …… Pantai Santolo (tapi tidak turun karena terlalu ramai pada saat liburan akhir tahun). Mungkin karena pantai ini lebih ‘ramah’ untuk bermain air di pantai nya sehingga banyak orang yang memadati pantai ini. Jadi pemberhentian berikut adalah Puncak Guha. Untuk menuju ke Puncak Guha mungkin hanya perlu 30 menit saja dari Pantai Sayang Heulang, jalanan relatif mulus dan naik turun. Walaupun pantai ini sejajar letaknya, namun agak minim petunjuk jalan. Kebetulan ada semacam pos untuk persiapan Tahun Baru, jadi saya tidak melewatkan Puncak Guha ini. Pemandangan dari Puncak Guha cukup di ekspresikan dengan  satu kata saja ‘WOW’. Berasa di luar negeri kayaknya, bagus banget pemandangannya. Cuma musti sedikit berhati-hati karena pembatas di Puncak Guha ini tidaklah permanen seperti besi atau patok beton. Jalan dari posko/loket ke Puncak Guha memang tidaklah jauh, namun masih berupa jalan tanah, sehingga agak riskan jika dilalui kendaraan saat basah/hujan.




Pantai terakhir yang saya kunjungi adalah Pantai Ranca Buaya. Ini adalah pantai terakhir dari ‘gugusan’ pantai Garut Selatan. Saran saya, apabila ingin menginap lebih baik di Pantai Ranca Buaya ini, karena bangunan hotel relatif baru. Pantai Ranca Buaya juga agak berkarang, jadi untuk berenang agak sulit, kalau hanya bermain air di tepi pantai masih bisa kok. Pasir putih yang lembut menambah keasyikan untuk bermain di pantai. Pantai ini relatif panjang, jadi pengunjung dapat ‘berbagi’ tempat untuk bermain. Warung makan juga cukup banyak dan menawarkan jasa untuk bakar atau goreng ikan, udang, dan yang lainnya.



Hari Ketiga :

Pulang ke Jakarta (tapi mampir ke Bandung dulu). Sebelum pulang tentu saja saya mampir ke outlet Batik yang menjual batik Garutan dan membeli dodol Garut. Meskipun sudah ada item baru yaitu Cochodot yang naik daun, namun pilihan saya tetap pada dodol Garut tanpa mengurangi rasa hormat pada Cochodot (harap maklum old school banget nih). Sampai di Bandung pas jam makan siang, jadilah mampir ke restaurant makann laut kali ini, lalu beli oleh-oleh lagi yaitu pisang molem dan bolu kukus coklat, sama kue ulang tahun untuk teman. Malamnya kami makan di sebuah restaurant The Valley  di daerah Dago Pakar. Wahhhhh pemandangan sunset nya lagi cuaakkkeepppp banget. Tak terasa makan sambil ngobrol sana-sani jam sudah menunjukkan jam 21.00 lebih, karena masih harus lanjut ke Jakarta, maka dengan berat hati saya harus berpisah dengan teman yang masih menginap di Bandung.




Note :
Ini cuma sekedar sharing aja masbro, perjalanan saya bersama keluarga ke Kabupaten Garut. Kalau ada yang kurang atau salah tulis mohon dimaklumin aja ya (karena bukan travel blogger sih)