Perjalanan Akhir Tahun ke Garut
Setelah
berseluncur di internet dengan bantuan mbahh Google,…….maka diputuskan ke Garut
lah tujuan berikutnya. Memang ada apa di Garut ? (Mungkin ini yang pertama kali
terbesit di dalam pikiran banyak orang, termasuk saya). Yang saya tahu pada
awalnya hanyalah Kampung Sampireun, Kawah Kamojang dan Gunung Papandayan (itupun karena pernah menginap di Kampung
Sampireun sekitar 7 atau 8 tahun yang lalu), lalu batik Garut dan Dodol
saja.
Ternyata saya
salah, ternyata Garut sudah sangat berkembang jauh dari yang saya bayangkan
sebelumnya. Sebelum memasuki kota Garut saja (tepatnya di sekitar daerah Leles) saya sudah menemui kemacetan.
Maklum saat saya pergi ke Garut bertepatan dengan libur Akhir Tahun 2014 lalu.
Jalanan di kota Garut pun bisa dibilang 80-90 persen mulus, sisanya cenderung
rusak/berlubang. Jumlah hotel di Garut pun semakin bertambah banyak dan saat
libur lalu cenderung terisi penuh (bisa
dibilang 90 persen hotel berbintang di Garut penuh dipadati oleh wisatawan
terutama wisatawan lokal). Jadi rencanakan perjalanan dari jauh hari lebih
baik, agar mendapatkan hotel yang cocok dengan kemauan kita.
Untuk ke
perjalanan kali ini saya sudah menentukan destinasi utama yang akan saya tuju,
yaitu Pantai Selatan di Kabupaten Garut (bisa
dibilang Garut daerah Selatan). Saya putuskan pantai-pantai di Garut
Selatan ini saya kunjungi di hari ke-2 saja karena jarak tempuh yang jauh dan
waktu yang agak lama.
Hari Pertama :
Sebelum
memasuki pusat kota Garut dan menuju hotel tempat kami menginap, saya memilih
untuk mengunjungi Candi Cangkuang.
Dengan bantuan aplikasi Google Maps di smartphone dan petunjuk jalan akan
semakin mempermudah menuju ke lokasi ini. Akses jalan menuju Candi Cangkuang sesekali
agak sempit dan terkadang dijumpai juga jalan yang agak berlubang. Saat menuju
ke candi ini kita akan disuguhi pemandangan sawah, gunung dan suasana pedesaan
yang dapat mengurangi kepenatan selama perjalanan. Untuk menuju ke Candi
Cangkuang kita membutuhkan rakit bambu/getek untuk menyebrang (hanya 4000 ribu/orang, namun harus bergabung
dengan rombongan yang lain dan 1 rakit untuk 20 orang dewasa). Setelah
berlabuh di pulau di tengah Setu
Cangkuang, maka kita akan menemui kampung adat yang terdiri dari 6 rumah saja,
barulah sampai ke Situs Candi Cangkuang. Suasana sejuk pegunungan dan pepohonan
yang rimbun langsung terasa ketika memasuki kawasan Candi.
Setelah puas
menikmati keindahan Candi Cangkuang ini, kebetulan sudah memasuki jam makan
siang dan cuaca sedikit gerimis. Maka kami memutuskan untuk makan siang sekitar
1 km sebelum memasuki pusat kota Garut, pilihannya cukup banyak tapi kami
memilih masakan Sunda. Pada saat makan siang hujan deras mengguyur kota Garut
dan setiba di hotel (sekitar jam 14.00) maka kami check in dan menunggu hujan
sedikit reda lalu memutuskan ke tempat wisata selanjutnya yaitu Talaga Bodas. Dari hotel
menuju ke Talaga Bodas seharusnya dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam,
namun karena agak macet dan sempat terlewat karena minim nya petunjuk jalan
untuk menuju ke lokasi maka baru tiba di Talaga Bodas sekitar pukul 17.00 (sudah agak telat memang, namun karena rasa
penasaran ingin membandingkan dengan Kawah Putih yang ada di daerah Bandung,
maka kami putuskan untuk maju terus pantang mudur). Dari jalan utama menuju
ke Talaga Bodas sekitar 15 km, namun jangan berharap jalan yang mulus, karena
hanya sekitar 5 km pertama saja yang agak mulus, sisanya bisa dibilang sedikit
off road (menurut pendapat saya yah…….), selain jalan yang berlubang sana sini,
berliku-liku serta jalan menuju Talaga Bodas relatif sempit, karena saat
bertemu dengan kendaraan yang lain harus sangat mepet dan mau mengalah. Dari
lahan parkir menuju ke Talaga Bodas kita bisa berjalan kaki sekitar 400 meter
(jalanan sudah beraspal walaupun sedikit kasar) atau menggunakan jasa ojeg
motor 20 ribu untuk pulang-pergi. Walaupun bawa anak kecil umur 6 tahun dan 8
tahun, saya putuskan jalan kaki saja toh bisa sambil menikmati hawa dingin
pegunungan dan bernyanyi tentu perjalanan 400 meter ini tidak akan terasa berat
(betul saja anak-anak terlihat senang,
karena ada air gunung yang keluar dari tepi jalan dan mereka sesekali
menceburkan kaki mereka di air gunung itu yang tentu saja dingin)
Mau lihat
seperti apa Talaga Bodas ? (silakan lihat
foto saya di bawah ini, sayang waktu itu berkabut)
Menurut
pertugas hotel memang lebih baik ke Talaga Bodas di pagi hari, karena cuaca
jauh lebih bersahabat untuk yang suka fotografi. Lebih bagus mana dengan Kawah
Putih, anda sendiri yang memutuskannya yah…….
Hari Kedua :
Pantai di
Garut Selatan (Pantai Sayang Heulang, Puncak Guha dan Ranca Buaya) adalah
tujuan utama saya. Saat di Candi Cangkuang saya sempat berbicara dengan
wisatawan dari Jakarta yang sebelumnya telah ke pantai Ranca Buaya, menurut
mereka perjalanan cukup lama sekitar 5 jam (namun
ketika saya jalani sekitar 3.5 jam untuk sampai ke Pantai Sayang Heulang dari
Pusat Kota Garut). Perjalanan cukup jauh sekitar 135 km untuk sampai ke
Pantai Ranca Buaya ini, oleh karena itu disarankan isi bensin penuh saat di
Garut (walaupun di daerah Pameumpek ada
pom bensin) dan berangkat lebih pagi akan jauh lebih baik. Jalanan menuju
daerah Selatan Garut ini relatif mulus 90 persen, sisanya sedikit berlubang dan
sesekali ada jalan yang longsor. Sesampainya di daerah pegunungan harap
berhati-hati, karena jalanan sangat berkelok-kelok dan relatif sulit untuk
mendahului kendaraan yang ada di depan. Namun pemandangannya sangatlah
menakjubkan hamparan kebun teh yang luas banget dan pegunungan yang
berlapis-lapis adalah ‘hadiah’ terindah selama perjalanan ini. Sesungguhnya ada
Curug Orog dan Curug Neglasari yang bisa dikunjungi, namun karena tujuan utama
saya adalah pantai di daerah selatan, maka untuk kali ini saya tidak
mengunjunginya terlebih dahulu.
Pantai Sayang Heulang adalah pantai
pertama yang saya kunjungi. Cukup menarik untuk dilihat, di tepi pantai banyak
karang-karang, sehingga jika ingin bermain air/berenang di pantai ini harus
berhati-hati. Namun seperti kebanyakan pantai selatan, pasir di Pantai Sayang
Heulang berwarna putih dan lembut. Karena menghadap ke Samudera Hindia, maka
ombak di pantai relatif besar dan tampak bergulung-gulung dari kejauhan.
Sesekali kita melihat orang memancing di laut yang masih agak dangkal. Karena
tidak seramai Pantai Santolo, maka kondisi pasir di tepi pantai pun relatif
bersih. Banyak penginapan (sepertinya kelas melati) dan warung makan di tempat
ini. Jadi sesungguhnya tidak perlu
khawatir untuk kelaparan jika ke bermain ke pantai di Garut Selatan.
Next stop is
…… Pantai Santolo (tapi tidak turun karena terlalu ramai pada saat liburan
akhir tahun). Mungkin karena pantai ini lebih ‘ramah’ untuk bermain air di
pantai nya sehingga banyak orang yang memadati pantai ini. Jadi pemberhentian
berikut adalah Puncak Guha. Untuk
menuju ke Puncak Guha mungkin hanya perlu 30 menit saja dari Pantai Sayang
Heulang, jalanan relatif mulus dan naik turun. Walaupun pantai ini sejajar
letaknya, namun agak minim petunjuk jalan. Kebetulan ada semacam pos untuk
persiapan Tahun Baru, jadi saya tidak melewatkan Puncak Guha ini. Pemandangan
dari Puncak Guha cukup di ekspresikan dengan
satu kata saja ‘WOW’. Berasa di luar negeri kayaknya, bagus banget
pemandangannya. Cuma musti sedikit berhati-hati karena pembatas di Puncak Guha ini
tidaklah permanen seperti besi atau patok beton. Jalan dari posko/loket ke
Puncak Guha memang tidaklah jauh, namun masih berupa jalan tanah, sehingga agak
riskan jika dilalui kendaraan saat basah/hujan.
Pantai terakhir
yang saya kunjungi adalah Pantai Ranca
Buaya. Ini adalah pantai terakhir dari ‘gugusan’ pantai Garut Selatan.
Saran saya, apabila ingin menginap lebih baik di Pantai Ranca Buaya ini, karena
bangunan hotel relatif baru. Pantai Ranca Buaya juga agak berkarang, jadi untuk
berenang agak sulit, kalau hanya bermain air di tepi pantai masih bisa kok.
Pasir putih yang lembut menambah keasyikan untuk bermain di pantai. Pantai ini
relatif panjang, jadi pengunjung dapat ‘berbagi’ tempat untuk bermain. Warung
makan juga cukup banyak dan menawarkan jasa untuk bakar atau goreng ikan, udang,
dan yang lainnya.
Hari Ketiga :
Pulang ke
Jakarta (tapi mampir ke Bandung dulu). Sebelum pulang tentu saja saya mampir ke
outlet Batik yang menjual batik Garutan dan membeli dodol Garut. Meskipun sudah
ada item baru yaitu Cochodot yang naik daun, namun pilihan saya tetap pada
dodol Garut tanpa mengurangi rasa hormat pada Cochodot (harap maklum old school banget nih). Sampai di Bandung pas jam
makan siang, jadilah mampir ke restaurant makann laut kali ini, lalu beli
oleh-oleh lagi yaitu pisang molem dan bolu kukus coklat, sama kue ulang tahun
untuk teman. Malamnya kami makan di sebuah restaurant The Valley di daerah Dago Pakar. Wahhhhh pemandangan
sunset nya lagi cuaakkkeepppp banget. Tak terasa makan sambil ngobrol sana-sani
jam sudah menunjukkan jam 21.00 lebih, karena masih harus lanjut ke Jakarta,
maka dengan berat hati saya harus berpisah dengan teman yang masih menginap di
Bandung.
Note
:
Ini cuma
sekedar sharing aja masbro, perjalanan saya bersama keluarga ke Kabupaten
Garut. Kalau ada yang kurang atau salah tulis mohon dimaklumin aja ya (karena bukan travel blogger sih)